Bagaimana Paus Afrika Mengubah Kekristenan — dan Memberi Kita Hari Valentine
29 April 2025
Ketika kebanyakan orang memikirkan sejarah awal Kekristenan, gambar Roma, Bizantium, dan katedral Eropa biasanya muncul di benak. Tetapi apa yang banyak dilupakan adalah bahwa Afrika juga memainkan peran penting dalam membentuk iman — terutama melalui kepemimpinan paus Afrika yang meninggalkan jejak abadi pada tradisi Kristen. Di antara warisan mereka yang kurang dikenal? Perayaan Hari Valentine.
Pengaruh Afrika di Jantung Kekristenan Awal
Pada abad-abad awal Gereja, Afrika bukanlah sudut yang jauh dan terlupakan tetapi pusat pemikiran dan kepemimpinan Kristen yang click here berkembang pesat. Afrika Utara, khususnya wilayah seperti Kartago (sekarang Tunisia) dan Alexandria (Mesir modern), menghasilkan teolog, cendekiawan, dan pemimpin yang berpengaruh.
Tiga paus keturunan Afrika naik ke kepausan selama tahun-tahun awal Gereja: Paus Victor I (c. 189–199 M), Paus Miltiades (311–314 M), dan Paus Gelasius I (492–496 M). Masing-masing dari mereka membantu mengarahkan Kekristenan melalui periode kritis perkembangannya.
-
Paus Victor I, yang berasal dari Afrika Utara Romawi, berperan penting dalam menstandarkan tanggal untuk merayakan Paskah, membawa persatuan yang lebih besar dalam praktik Kristen.
-
Paus Miltiades, juga keturunan Afrika, mengawasi Gereja selama Konstantinus Agung melegalkan Kekristenan, mengakhiri penganiayaan selama berabad-abad.
-
Paus Gelasius I, bagaimanapun, mungkin telah meninggalkan dampak budaya yang paling mengejutkan — yang masih menyentuh kehidupan hari ini setiap 14 Februari.
Paus Gelasius I dan Kelahiran Hari Valentine
Sebelum kebangkitan Kekristenan untuk mendominasi, Roma merayakan festival pagan yang disebut Lupercalia setiap Februari — peristiwa yang riuh dan terkadang brutal terkait dengan kesuburan dan pemurnian. Lupercalia melibatkan pengorbanan, lotere perjodohan, dan perayaan publik yang sering berbenturan dengan nilai-nilai Kristen yang muncul.
Ketika Gelasius I menjadi paus, dia berusaha mengubah perayaan ini menjadi sesuatu yang lebih selaras dengan ajaran Kristen. Dia menghapuskan Lupercalia dan menggantinya dengan pesta Santo Valentine, menghormati seorang imam Kristen yang martir yang, menurut legenda, menentang perintah kekaisaran dengan menikahi pasangan secara rahasia.
Dengan mengkanonisasi tindakan cinta dan pengorbanan Valentine menjadi pesta resmi, Gelasius menyediakan dasar untuk apa yang sekarang kita kenal sebagai Hari Valentine — pergeseran dari ritual pagan ke perayaan cinta, iman, dan komitmen.
Warisan yang Sering Diabaikan
Terlepas dari kontribusi penting mereka, asal-usul Afrika dari para paus berpengaruh ini sering diremehkan atau dilupakan dalam narasi sejarah arus utama. Kepemimpinan mereka membantu mendefinisikan struktur, doktrin, dan identitas budaya Gereja mula-mula — dan keputusan mereka terus beriak melalui tradisi Kristen modern.
Seperti yang dikatakan sejarawan Dr. Maryse Robinson, «Mengenali akar Afrika dari kepemimpinan Kristen awal menantang lensa Eurosentris tradisional yang sering dilihat oleh sejarah gereja. Ini mengingatkan kita bahwa Kekristenan selalu menjadi iman global yang beragam.»
Lebih dari Sekadar Hari Valentine
Selain menginspirasi Hari Valentine, para paus Afrika membela prinsip-prinsip teologis yang membentuk pemahaman Gereja tentang hubungan antara kekuatan spiritual dan politik. Paus Gelasius I, misalnya, terkenal karena mengartikulasikan doktrin «dua kekuatan» – otoritas spiritual Gereja dan otoritas duniawi raja – sebuah gagasan yang akan sangat mempengaruhi keseimbangan kekuasaan abad pertengahan di Eropa.
Warisan mereka menunjukkan bahwa Afrika tidak berada di pinggiran tetapi di jantung sejarah Kristen awal — dan bahkan hari ini, keputusan yang dibuat oleh para pemimpin Afrika ini terus membentuk kehidupan agama dan budaya di seluruh dunia.